Nam :
Nur Anastatia
Kelas : 4EA13
NPM : 15210115
Contoh Kasus Hak Pekerja
Mau Menuntut Hak, Malah Di-PHK
Lima pekerja di salah satu
perusahaan transportasi di Pasuruan diberhentikan/ di-PHK karena bergabung
dengan Serikat Pekerja. Perusahaan PO.X memiliki beberapa divisi, diantaranya
adalah divisi bengkel dan divisi kru bis. Serikat Pekerja divisi bengkel telah
berhasil menuntut hak mereka yaitu mengenai upah, upah yang diberikan
sebelumnya Rp. 25.000/hari padahal Upah Minimum Kabupaten sebesar Rp.
40.000/hari dan biaya Jamsostek yang 100% dibebankan kepada pekerja. Sekarang
divisi bengkel telah menikmati upah yang sesuai dengan UMK dan memiliki
Jamsostek yang dibayarkan oleh perusahaan.
Mengikuti
kesuksesan divisi bengkel dalam menuntut hak kerja mereka, para pekerja di
divisi kru bis pun mulai bergabung dengan Serikat Pekerja. Pekerja divisi kru
bis banyak mengalami pelanggaran hak-hak pekerja, diantaranya adalah pembagian
upah yang menganut sistem bagi hasil. Perhitungannya sistem bagi hasil tersebut
adalah :
- Supir : 14%
dari pendapatan bersih per hari
- Kondektur :
8% dari pendapatan bersih per hari
- Kenek : 6%
dari pendapatan bersih per hari
Apabila
pekerja tidak masuk kerja akan dikenakan denda sebanyak Rp. 500.000/hari
kecuali tidak masuk kerja karena sakit. Tunjangan Hari Raya pun tidak pernah
diberikan kepada pekerja. Masalah lain adalah mengenai tidak diberikannya
fasilitas jamsostek, sehingga apabila terjadi kecelakaan kerja (kecelakaan
bus), pekerja harus menanggung sendiri biayanya.
Akan
tetapi, perjuangan divisi kru bis lebih berat dibanding divisi bengkel karena
perusahaan sudah semakin pintar dalam berkelit. Mereka tidak mempunyai
Perjanjian Kerja Bersama (PKB), semua perintah dan peraturan dikemukakan secara
lisan sehingga pekerja tidak memiliki bukti tertulis yang bisa dijadikan
senjata untuk melawan perusahaan seperti halnya yang dilakukan pekerja di
divisi bengkel sebelumnya.
Kasus
tersebut telah dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja setempat, diputuskanlah bahwa
kelima orang pekerja tersebut akan mendapat pesangon dan kasusnya akan dibawa
ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Berdasarkan
contoh kasus tersebut di atas, dapat disimpulkan telah terjadi berbagai
pelanggaran dalam hak-hak pekerja seperti misalnya (a) hak atas pekerjaan dan
upah yang adil seperti pembagian upah yang menganut sistem bagi hasil yang
tidak proporsional, adanya pemotongan (denda) sebanyak Rp. 500.000/hari bagi
pekerja (divisi kru bis) kecuali tidak masuk kerja karena sakit, THR tidak
pernah diberikan kepada pekerja, (b) hak atas perlindungan keamanan dan
kesehatan seperti tidak diberikannya fasilitas jamsostek, sehingga apabila
terjadi kecelakaan kerja (kecelakaan bus), pekerja harus menanggung sendiri
biayanya. (c) hak atas berserikat
dan berkumpul, karena ketika para divisi kru bis mulai bergabung dengan serikat
pekerja dan mengikuti jejak divisi bengkel untuk menuntut hak kerja mereka,
justru mereka dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja setempat dan diputuskanlah bahwa
kelima orang yg tergabung dalam serikat pekerja tersebut mendapat pesangon
dikarenakan perusahaan semakin pintar dalam berkelit dan semua perintah dan
peraturan dikemukan secara lisan sehingga para pekerja tidak memiliki bukti
tertulis yang bisa dijadikan senjata untuk melawan perusahaan tersebut.
Contoh Kasus
Iklan Tidak Etis
Sebanyak 56
Biro Iklan Melakukan Pelanggaran Etika
Badan Pengawas
Periklanan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) sedikitnya telah
menegur 56 perusahaan iklan atas pelanggaran etika selama dua tahun terakhir
ini. Pelanggaran ini berupa penampilan iklan yang superlative, yaitu
memunculkan produk sebagai yang terbaik atau termurah. Iklan superlative ini
acapkali dibumbui kecenderungan menjatuhkan pesaing di pasaran. “Jika semua
bilang baik, termurah, ini akan membingungkan masyarakat dan pelanggan,” ujar
Ketua Badan Pengawas PPPI, FX Ridwan Handoyo kepada wartawan, belum lama ini.
Dia mencontohkan iklan pada industri
telekomunikasi. Setiap operator telekomunikasi mengaku menawarkan tariff
termurah. Bahkan ada iklan yang menyebutkan bahwa produk paling murah meriah.
Juga ada iklan produk kesehatan atau kosmetik yang menyebutkan paling efektif.
“Tapi semua iklan superlative itu tidak didukung oleh bukti yang kuat. Jadi
bisa merugikan masyarakat dan pelanggannya,” tuturnya kemudian.
Surat teguran dilayangkan
setelah Badan Pengawas PPPI menemukan dugaan pelanggaran berdasarkan pengaduan
masyarakat atau hasil pantauan, Kepada perusahaan periklanan anggota PPPI,
Badan pengawas PPPI melakukan peneguran sekaligus meminta keterangan. Sedangkan
kepada perusahaan non anggota, surat
teguran berupa imbauan agar menjunjung tinggi etika beriklan.
Ridwan menyebutkan dari 149 kasus yang
ditangani Badan Pengawas PPPI, tahun 2006 sebanyak 56n kasus dan 93 kasus di
tahun 2007. Sebanyak 90 kasus telah dinyatakan melakukan pelanggaran dan 44
kasus lainnya masih dalam penanganan. Dari yang diputus melanggan etika, 39
kasus tak mendapatb respon oleh agensi. Untuk itu BP PPPI meneruskannya ke
Badan Musyawarah Etika PPPI.
Jumlah perusahaan
periklanan yang melakukan pelanggaran cukup banyak itu ada kemungkinan terjadi
akibat tidak adanya sanksi yang tegas bagi pelanggar. Diakuinya, selama ini
rambu-rambu periklanan hanya diatur dalam bentuk Etika Periklanan Indonesia.
“Mungkin karena belum ada aturan hukum yang jelas, pelanggaran tetap banyak,’
katanya.
Contoh Kasus Etika Pasar Bebas
Pelanggaran Hak Paten, Pelanggaran
Smartphone Apple Terhadap Samsung, Apple VS Samsung Galaxy
Seperti yang kita
ketahui bahwa Samsung, Android dan Apple saling berselisih, diberbagai belahan
Dunia saling tuduh menuduh tentang hak paten dan seakan tak berkesudahaan.
Perang Hak paten antara perusahaan Tehnology terbesar ini ada artikelnya ada
pada laman situs
Bussinesweek yang
amat panjang, tetapi menarik untuk di baca.
Pada atikel BussinesWeek
itu memaparkan perang paten antara Apple dan berbagai produsen yang memproduksi
produk-produk Android dan juga artikel itu memberikan rincian bagaimana Apple
terlibat dalam litigasi paten dengan sejumlah pembuat smartphone Android,
termasuk Samsung, Motorola dan HTC.
“Dalam perang
paten telepon pintar (smartphone), banyak hal yang dipertaruhkan.
Perusahaan terkait tak akan ragu mengeluarkan uang banyak demi menjadi
pemenang,” kata pengacara dari Latham & Watkins, Max Grant, dikutip dari Bloomberg,
Jumat, 24 Agustus 2012. Menurut dia, ketika persoalan hak cipta sudah sampai di
meja hijau, maka perusahaan tidak lagi memikirkan bagaimana mereka harus
menghemat pengeluaran keuangan.
Sebagai gambaran,
Grant mengatakan, pengacara Apple diketahui memperoleh komisi US$ 1.200 atau
sekitar Rp 11,3 juta per jamnya untuk meyakinkan hakim dan juri bahwa Samsung
Electronics Co telah menyontek atau mencuri desain smartphone Apple.
Perusahaan yang dipimpin Tim Cook itu juga sudah menghabiskan total US$ 2 juta
atau sekitar Rp 18,9 miliar hanya untuk menghadirkan saksi ahli.
Meski kelihatan
besar, uang untuk pengacara dan saksi ahli tersebut sebenarnya tergolong kecil
dan masih masuk akal di “kantong” Apple ataupun Google. Sebagai contoh, biaya
US$ 32 juta yang dikeluarkan Apple dalam perang paten melawan Motorola Mobility
setara dengan hasil penjualan Apple iPhone selama enam jam.
Keduanya diminta
menghentikan penjualan produk tertentu. 10 produk Samsung, termasuk Galaxy SII,
tak boleh dijual lagi; 4 produk Apple, termasuk iPad 2 dan iPhone 4, juga
demikian. Oleh pengadilan Korea,
Samsung diminta membayar denda 25 juta Won, sedangkan Apple dikenakan denda
sejumlah 40 juta Won atau setara US$ 35.400.
Contoh Kasus Whistle Blowing
Di negara lain Jeffrey Wigand adalah seorang Whistle
Blower yang sangat terkenal di Amerika Serikat sebagai pengungkap sekandal
perusahaan The Big Tobbaco. Perusahaan ini tahu bahwa rokok adalah produk yang
addictive dan perusahaan ini menambahkan bahan carcinogenic di dalam ramuan
rokok tersebut. Kita tahu bahwa carcinogenic adalah bahan berbahaya yang dapat
menimbulkan kanker. Yang perlu diingat bahwa Whistle Blower tidak hanya pekerja
atau karyawan dalam bisnis melainkan juga anggota di dalam suatu institusi
pemerintahan (Contoh Khairiansyah adalah auditor di sebuah institusi pemerintah
benama BPK).
Didalam dunia nyata yang mengalami pelanggran dalam hal hukum tidak hanya
terjadi di dalam perusahaan atau institusi pemerintahan yang dapat menimbulkan
ancaman secara substansial bagi masyarakat akibat dari tindakan WhistleBlowing.
Salah satu tipe dari whistle blower yang paling sering ditemukan adalah tipe
internal Whistle Blower adalah seorang pekerja atau karyawan di dalam suatu
perusahaan atau institusi yang melaporkan suatu tindakan pelanggaran hukum
kepada karyawan lainnya atau atasannya yang juga ada di dalam perusahaan
tersebut.
Selain itu juga ada tipe external Whistleblower adalah pihak pekerja atau
karyawan di dalam suatu perusahaan atau organisasi yang melaporkan suatu
pelanggaran hukum kepada pihak diluar institusi, organisasi atau perusahaan
tersebut. Biasanya tipe ini melaporkan segala tindakan melanggar hukum kepada
Media, penegak hukum, ataupun pengacara, bahkan agen ? agen pengawas
praktik korupsi ataupun institusi pemerintahan lainnya. Secara umum seoarangwhistle
blower tidak akan dianggap sebagai orang perusahaan karena tindakannya
melaporkan tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak perusahaan.
Secara lengkapnya seorang whistle blower telah menyimpang dari kepentingan
perusahaan. Jika pengungkapan ternyata dilarang oleh hukum atau diminta atas
perintah eksekutif untuk tetap dijaga kerahasiannya maka laporan seoarang
whistle blower tidak dianggap berkhianat. Bagaimanapun juga di amerika serikat
tidak ada kasus dimana seorang whistle blower diadili karena dianggap
berkhianat treason. Terlebih lagi di dalam U.S federal whistleblower status,
untuk dianggap sebagai seoarang whistle blower seorang pekerja harus secara
beralasan yakin bahwa seseorang atau institusi atau organisasi ataupun
perusahaan telah melakukan tindakan pelanggaran hukum.